MENGENAL POTENSI OTAK DALAM BELAJAR.
A. MENGENAL KEKUATAN OTAK YANG TAK TERBATAS
1. Mengetahui, Langkah Awal untuk Mensyukuri
Walaupun hanya bersifat teoritis dan tidak mendalam, itupun hanya menimba informasi ilmiah dari para ahli, kita dituntut untuk mengetahui kehebatan otak. Dengan mengetahui kehebatan otak, kita akan menyadari dan meyakini bahwa otak sebagi nikmat yang luar biasa dan sangat menakjubkan. Keyakinan ini akan memotivasi kita untuk mensykurinya.
Dalam kitab Madarij as-Salikin (2:247), buah karya Ibnu Qoyim Al-Juziah, Syeikh Abu Ismail al-Harawi, mengatakan bahwa : “Syukur itu sebuah nama untuk mengetahui nikmat. Dan mengetahui nikmat merupakan jalan untuk mengetahui Pemberi nikmat”. Ibnu Qoyim mengomentarinya, “Mengetahui nikmat merupakan fondasi (rukun) syukur”. Beliau melanjutkan dalam pragrap lain “bahkan mengetahui nikmat merupakan pondasi yang paling utama, karena tidak mungkin ada syukur, tanpa mengetahui nikmat”. Ternyata syukur pun ada rukunnya, mirip seperti pada shalat dan ibadah-ibadah mahdhoh lainnya. Dalam kitab lain (Fath al-Majid:452) Ibnu Qoyim mengatakan “Barang siapa yang tidak mengetahui nikmat, lebih-lebih jahil atas nikmat itu, maka ia tidak akan pernah mensyukurinya”. Syeikh Abdurrahman (Fath al-Majid:65 dan 452), ketika mengomentari kitab Tauhid Abdul Wahab, yang menjadi rujukan utama kaum Wahabi di bidang tauhid, ia mengatakan :”Syukur itu tidak akan tegak, kecuali bila dibangun di atas tiga rukun (fondasi); pengakuan atas nikmat, menghubungkannya dengan Pemberi nikmat, dan menggunakan sesuai dengan tuntutan (fungsi) nikmat”.
Mensyukuri nikmat otak adalah dengan menggunakannya, dan untuk menggunakan otak secara maksimal harus didahului dengan pengetahuan tentang otak. Ini baru merupakan salah satu bagian dari bentuk syukur dalam kaitannya dengan otak. Mengetahui fungsi dan kapasitas otak bukan hanya termotivasi oleh rasa syukur saja, melainkan untuk penggunaannya. Maksudnya, agar dapat memanfaatkan fungsi otak secara optimal, kita dianjurkan oleh para ahli untuk mengetahui otak itu sendiri. Seperti anjuran Tony Buzan, (Gordon, 2000:115) “Anda dapat menggunakan pikiran Anda secara maksimal dengan mempelajarinya terlebih dahulu”. Yang dimaksud ‘fikiran’ dalam kutipan Tony Buzan adalan otak, sebagaimana konteknya.
2. Mengenal Kehebatan Otak yang Menakjubkan
Dari berbagai organ tubuh manusia, otak merupakan organ yang paling kompleks. Hingga saat ini, penelitian tentang otak terus berkembang. Dave Meier, salah seorang pakar sekaligus Direktur sebuah lembaga ‘Accelerated Learning, dalam bukunya “The Accelerated Learning Hand Book” (2002:81) mengatakan bahwa : “Penelitian otak yang dilakukan dalam 25 tahun terahir lebih banyak dari pada dalam seluruh sejarah manusia digabung menjadi satu”.
Otak manusia memiliki kapasitas (kemampuan yang bersifat bawaan) sangat besar untuk belajar karena secara proporsional manusia memiliki area otak yang selalu siap untuk belajar sesuatu yang baru. Area otak itu dikenal sebagai otak berfikir atau otak belajar (the learning brain), dan dalam istilah neurologist dinamakan neocortex.
Menurut dr. Sufyan Ramadhy dan DR. Dadi Permadi,M.Ed., (2001:29-30), “Kemampuan Neokortex pada manusia memberikan kemampuan manusia untuk berfikir, persepsi, berbicara, berbahasa, berperilaku yang beradab dan berbudaya, belajar atau mempelajari sesuatu yang baru, imajinasi kreatif, memproses informasi, merasakan, bergerak, dan fingsi-fungsi luhur lainnya”.
Berdasarkan hasil penelitian mutakhir menunjukkan bahwa otak manusia terdiri dari milyaran sel aktif yang disebut neuron. Gordon Dryden dan Dr. Jeannette Vos (2000:114) melaporkan “Otak Anda memiliki 100 miliar sel aktif, masing-masing memiliki hingga 20.000 koneksi”. Dan masih menurut Gordon pula (2000:113) “Dan sejak hari-hari pertama kehidupan, sel-sel tersebut membentuk koneksi belajar (atau sinapsis) dengan kecepatan yang luar biasa: 3 miliar perdetik. Koneksi tersebut adalah kunci dari kekuatan otak”.
Masing-masing sel aktif dapat membuat jaringan sampai 20.000 sambungan tiap detik. Yang sangat menakjubkan adalah pada hari-hari pertama kehidupan kita, otak kita dapat berkembang melalui proses belajar alamiah dengan kecepatan 3 miliar sambungan perdetik. Sambungan-sambungan inilah yang menjadi kunci kekuatan otak. Untuk sambungan-sambungan ini, para ahli neurologist menyebutnya dengan koneksi atau sinapsis.
Kecanggihan dan kecepatan sel-sel otak dalam melakukan hubungan (koneksi), dapat dibuat perbandingan dengan 3 hari pertama dalam perjalanan Angkasa di atas permukaan Mars pada tahun 1997, seperti yang dilaporkan Gordon. “Jutaan pengguna Internet membentuk 200 juta sambungan untuk mengikuti perkembangan perjalanan angkasa tersebut. Sedangkan otak manusia mampu membuat jaringan 15 kali lebih besar dalam satu detik dibanding dengan jaringan internet di seluruh dunia dalam waktu 3 hari”.
Bahkan Tony Buzan, seorang pakar psikologi dan memori, sebagaimana dikutip oleh Gordon (2000:112) mengatakan bahwa “Otak Anda terdiri dari trilyunan sel otak. Setiap sel otak adalah seperti gurita kecil yang begitu komplek. Ia memiliki sebuah pusat, dengan banyak cabang, dan setiap cabang memiliki banyak koneksi. Tiap-tiap sel otak tersebut jauh lebih kuat dan canggih dari pada kebanyakan computer di planet ini. Setiap sel tersebut berhubungan dengan puluhan ribu sampai ratusan ribu sel yang lain. Dan mereka saling bertukar informasi. Ini sering disebut jaringan yang paling mempesona, benda yang begitu kompleks dan indah. Dan setiap orang memilikinya”.
Craig Karges, membuat gambaran mengenai koneksi yang terjadi di dalam otak, seperti ditulis oleh Dr. Jalaludin Rakhmat dalam ‘Kata Pengantar’ SEPIA (2003:10-11)
“Setiap sel otak, atau neuron berhubungan dengan semua sel otak lainnya. Bayangkan 100 milyar koneksi listrik yang terjadi di dalam otak Anda sekarang ini! Bayangkan setiap orang di dunia (kira-kira llima setengah milyar manusia) bicara di telpon satu sama lain pada saat bersamaan. Gambaran yang dahsyat bukan? Tetapi untuk memperoleh gambaranbetapa dahsyatnya yang terjadi di dalam otak Anda, Anda harus memperluas gambaran ini. Suruhlah lima setengah milyar orang itu berbicara pada delapan belas pesawat telpon masing-masing. Suruh mereka berbicara satu sama lain pada saat yang bersamaan. Jika Anda dapat menggambarkannya dalam benak Anda, Anda mulai paham betapa dahsyatnya proses komunikasi di dalam otak Anda.
Jika setiap neuron hanya dapat menyentuh dua neuron lainnya, jumlah kemungkinan konfigurasi dalam otak Anda adalah dua pangkat 100 milyar ! Bilangan sebesar itu memerlukan waktu 100 tahun untuk Anda tulis dengan kecepatan satu angka perdetik. Dalam kenyataannya, karena setiap neuron berhubungan dengan setiap neuron lainnya, kemungkinan konfigurasinya mustahil kita fahami”.
Robert Ornstein, seorang guru besar di universitas Stanford, dalam buku The Amazing Brain, seperti kutipan Gordon (200:115) mengatakan bahwa :”Jumlah koneksi yang mungkin, kemungkinan lebih banyak dari pada jumlah atom di jagat raya ini”. Hal ini menunjukkan kemampuan dan kapasitas otak yang luar biasa ini, sehingga otak manusia mampu menghapal seluruh atom yang ada di alam raya ini. Untuk lebih konkretnya, Ir. Agus Nggermanto (2002:38) menjelaskan bahwa “Kemampuan memori otak manusia adalah 10800 ( angka 10 dengan 0 sebanyak 800 di belakangnya)., sedangkan jumlah atom yang ada di belahan bumi ini sekitar 10100 (angka 10 dengan 0 sebanyak 100 di belakangnya)”.
Masya Alloh ! Betapa hebat dan canggih otak ini. Lebih hebat, lebih canggih, dan Lebih Sempurna lagi Engkau ya Allah, sebagi Pencipta otak ini. Engkau telah menganugerahkan potensi yang luar biasa kepada kami, akan tetapi kami tidak mampu atau karena kelalaian kami, untuk mengebangkan anugerah-Mu. Maafkan kami ya Allah. Curahkanlah kepada kami cahaya-Mu, agar kami dapat mengoptimalkan potensi yang menakjubkan ini, dan mampu mensyukuri setiap anugrah-Mu.
Koneksi (Sinapsis) Sebagai Inti Kecerdasan
Danah Johar (SQ, 2001:36) mengatakan bahwa ;”Sebenarnya koneksi saraflah yang memberi kita kecerdasan”. Artinya semakin luas kita mengait-ngaitkan berbagai hal semakin banyak kita belajar. Dalam halaman lain (SQ, 2001:37) ia mengatakan “Koneksi-koneksi ini menyimpan fakta dan pengalaman memori, memungkinkan mereka membaca, menulis, dan melakukan pembelajaran secara luas”.
Dave Meier, dalam bukunya Accreleted Learning (2002: 286) menyatakan bahwa: “Menghubungkan adalah intisari kecerdasan, apakah itu antara neuron-neuron di dalam otak atau para pembelaja dalam suatu komunitas belajar. Semakin banyak kesalingterkaitan yang ada, semakin banyak pula kecerdasan yang hadir”.
Kita harus banyak melakukan koneksi dengan cara menghubungkan sel otak dengan berbagai hal, semakin banyak hubungan (koneksi) yang terjadi, semakin banyak pula kecerdasan yang terbentuk. Dan sebaliknya, bila sel otak tidak melakukan koneksi dengan berbagai hal, semakin kurang kecerdasan yang berkembang, bahkan bisa jadi semakin lemah dan rusak. Danah Johar (SQ, 2001:37) menegaskan : “ Jika system saraf jarang digunakan (untuk melakukan koneksi), ia akan rusak atau fungsinya akan di ambil alih untuk tujuan yang lain”.
Untuk melakukan koneksi, siapapun mampu melakukannya. Orang yang bukan pembelajar formal pun dapat melakukan, lebih-lebih yang tercatat sebagai pembelajar secara formal. Memang benar di akui oleh para ahli, bahwa kita akan kehilangan sebagian sel saraf otak bersamaan dengan tambahnya usia. Seseorang yang berusia lanjut mempunyai jumlah sel saraf lebih sedikit di banding dengan sel saraf bayi yang baru lahir. Danah Johar (SQ.2001:46) melanjutkan “Akan tetapi kita dapat menumbuhkan koneksi-koneksi saraf yang baru sepanjang hidup kita”.
Perlu di perhatikan, bahwa kapasitas dan kemampuan otak , bukan hanya tergantung pada jumlah sel saraf aktif, melainkan pada jumlah dan kualitas koneksi (sinapsis) yang terjadi. Dan ini bisa ditumbuh kembangkan di sepanjang hayat kita. Seperti yang dinyatakan oleh dr. Sufyan Ramadhy (2001:38-39) “Kekuatan otak (brain power) itu tergantung kepada jumlah dan kualitas sinapsis yang terbentuk melalui proses belajar”
Masya Allah, benda yang besarnya tidak lebih dari seuntai anggur, dan lebih kecil dari pada sebuah kol. Beratnya tidak lebih dari 1,5 kg., anak kecilpun dapat memegangnya dengan sebelah tangan. Namun, ia memiliki kemampuan yang sangat dahsyat dan luar biasa serta sangat menakjubkan. Ia beribu-ribu kali lebih hebat dari computer terhebat di dunia. Ia adalah ‘otak’ dan kita pun memilikinya.
Secara fisiologi, otak Anda sangat mirip dengan milik orang lain, bahkan dengan pemikir-pemikir cemerlang sekalipun seperti Albert Einstein, Leonardo Da Vinci, Al-Khowarizmi, Al-Gozali, Ibnu Rusyd, Prof. Dr. Habibi, Dr.Nurholis Majid, Dr.Amin Rais, dan orang-orang terkenal lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa secara fisiologis, otak Anda memiliki peluang yang besar untuk berkembang dan mencapai keberhasilan. Anda hanya perlu belajar bagaimana mengelola dan membimbingnya untuk mencapai prestasi gemilang Anda.
Kapasitas otak sangat tak terbatas dan penelitian otak terus berkembang sehingga penemuan berbagai kecerdasan mulai bermunculan. Penemuan mutahir dari para ahli dan peneliti, ternyata di dalam otak masih lebih banyak kekuatan yang bersifat potensialnya ketimbang yang aktual.
Profesor Dr.Marian Diamon, ilmuwan California, seperti laporan Gordon Dryden (2000:127) setelah ia membedah dan meneliti otak Einstein, ditemukan elemen-elemen jaringan potensial otak manusia yang belum dimanfaat, sehingga dia menyimpulkan bahwa “...elemen-elemen ini benar-benar membuktikan adanya potensi besar otak manusia yang belum dimanfaatkan sepenuhnya”.
Michael J. Gelb, direktur ‘Hight Performance Learning’ Washington, D.C., dalam ‘Kata Pengantar” buku karya Joiyce Wycoff, Menjadi Super Kreatif Melalui Metode Pemetaan Pikiran’ (2003:13), menguraikan bahwa : “Pada tahun1950-an, ahli jiwa memperkirakan bahwa rata-rata orang menggunakan 50 % kapasitas otaknya. Pada tahun1960-an dan 1970-an, perkiraan tersebut turun menjadi 10 %. Pada tahun1980-an hal tersebut turun lagi menjadi 1 %. Sekarang pada tahun 1990-an, perkiraan tertinggi adalah 0,01 % atau lebih keci lagi”.
Perkiraan di atas bukan menggambarkan kecerdasan manusia yang menurun, melainkan lebih menggambarkan kemampuan manusia sekarang yang makin canggih dalam mengukur potensi otak Bukan karena kecerdasan manusia menjadi turun secara drastis, melainkan cerminan bahwa sekarang ini banyak ditemukan kekuatan potensial otak yang belum dimanfaatkan.
Ide-ide cemerlang dari orang-orang jenius itu, sebetulnya masih sedikit dibanding dengan kapasitas otak manusia. Seperti dikatakan Gordon (2000:113) bahwa “orang hanya menggunakan bagian yang teramat kecil dari kemampuan yang mengagumkan ini”. Ide-ide cemerlang berikutnya, yang peluang munculnya lebih besar, adalah menunggu kreativitas brilian Anda.
B. MENGENALl TEORI OTAK
Seperti ungkapan Tony Buzan, (Gordon, I,2000:115) bahwa “Anda dapat menggunakan pikiran Anda secara maksimal dengan mempelajarinya terlebih dahulu”, dalam kesempatan ini kita mencoba untuk mengenal dan memahami sebahagian teori tentang otak. Sebelum mengetahui dan memahami teori otak secara mendalam, perlu adanya sebuah perkenalan tingkat dasar. Pengenalan teoritis tentang otak dalam tulisan ini, sudah barang tentu sangat sederhana, akan tetapi sangat menunjang bagi dunia pendidikan dan peningkatan efektivitas belajar.
Cara kerja otak dalam belajar, memang masih banyak hal yang belum terungkap, tetapi di sisi lain, banyak juga yang sudah ditemukan oleh para ahli. Teori-teori yang sudah ditemukan oleh para ahli, sangat bermanfaat dan merupakan kontribusi berharga dalam memperkaya pemahaman tentang cara otak belajar. Hasil para ahli dan peneliti, pandangannya tidak terlalu bertentangan bahkan lebih saling melengkapi dan saling mendukung.
Uraian dalam tulisan ini tentu tidak terlalu teknis apalagi medis-neurologis, paling tidak, hanya untuk mendapatkan kiasan atau gambaran sederhana tentang otak yang kita miliki. Dengan mempelajari teori tentang otak, berarti kita sudah mulai menjelajahi diri kita sendiri.
1. Teori Otak Triune (Three in One)
“Otak manusia adalah massa protoplasma yang paling kompleks yang pernah dikenal di alam semesta ini. Inilah satu-satunya organ yang sangat berkembang sehingga ia dapat mempelajari dirinya sendiri”, kata Bobbi De Porter dan Mike Hernacki (2001:26) dalam bukunya Kuantun Lerarning. Walaupun system otak sangat kompleks, akan tetapi ia masih dapat dipelajari. Untuk menghilangkan kesan rumit, para ahli membagi lapisan otak dengan tujuan untuk penyederhanaan dan mempermudah dalam pemahaman. Lahirlah gagasan baru yang disebut teori Three in One tentang otak manusia.
Teori otak triune (singkatan dari three in one, tiga dalam satu kesatuan) dikenalkan oleh seorang peneliti otak bernama Dr. Paul Mac Lean. Menurut teori ini, otak manusia mempunyai tiga lapisan otak, masing-masing mempunyai fungsi spesialisasi terpisah meskipun tetap ketiganya saling berhubungan. Ketiga lapisan otak ini saling terkait dalam satu organisme menyeluruh dan saling terlibat dalam tugasnya dengan cara yang komplek, rumit, tapi menentukan.
Lapisan otak manusia terdiri dari tiga bagian dasar yang berbeda, yaitu otak reptil, sistem limbik , dan otak neokortek yang disebut dengan otak belajar.
Otak Reptil
Disebut otak reptil, karena mirip dengan otak reptile berdarah dingin. Disebut juga dengan batang otak, karena letaknya berada pada batang otak. Manusia dan binatang merayap memiliki unsur kesamaan yaitu kepemilikan otak reptile. Inilah tingkat kecerdasan terendah dan paling sederhana dari spesies manusia.
Tugas utama otak reptile ini adalah mempertahankan diri. Bagian otak ini mengendalikan sebagian besar fungsi-fungsi otomatis penting seperti detak jantung, pernapasan, system peredaran darah, dan fungsi-fungsi naluriah tubuh lainnya. Ia bekerja secara otomatis dengan insting mempertahankan hidup, dorongan untuk mengembangkan spesies (seks). Pusat perhatiannya adalah makanan, minuman, tempat tinggal, reproduksi, perlindungan diri, dan cenderung mengkuti contoh secara membuta, dan senang pada hal-hal yang bersifat rutin.
Jika otak reptile yang dominant menguasai manusia, maka ia tidak dapat belajar dan berfikir pada tingkat yang lebih tinggi. Ia lebih cerdas memanipulasi fakta dan data, lebih pinter menipu orang demi perjuangan dan kelangsungan hidupnya. Menghalakan segala cara yang penting dia bisa kaya. Manusia seperti itu adalah manusia reptilian, wajanya manusia tetapi prilakunya binatang.
· Hubungan Otak Reptil dengan Belajar
Proses pembelajaran tradisional-konvensional, cenderung menekankan fungsi reptile yang berlebihan. Seperti belajar menghapal, meniru guru secara membuta, guru sebagai pusat kekuasaan (teacher centerd). Hal ini juga nampak pada dominasi guru yang berlebihan, pembelajar harus mengikuti rutinitas dan contoh format yang ditetapkan, dan pembelajar dianggap pelayan yang harus patuh secara pasif. Pembelajar digerakkan oleh semangat mempertahankan diri seperti takut kegagalan, nilai kecil, tidak naik kelas dan sebagainya. Proses pembelajaran seperti ini kurang memperhatikan pada perasaan dan ikatan sosial di lingkungan belajar, tanpa ada usaha membimbing pembelajar yang mengarah pada cara-cara berkreasi, cara melahirkan ide-ide cemerlang, memecahkan masalah, dan berfikir mandiri.
Memang benar, kita harus menjaga agar fungsi reptile tetap hidup dengan naluri pertahanan dirinya dan fungsi-fungsi otomatisnya. Kepatuhan pada contoh dan kebiasaan itu penting dan positif. Akan tetapi perlu diingat bahwa kita memerlukan jauh lebih banyak daripada itu agar kita dapat hidup secara sempurna, dan pemikiran kita lebih berkembang.
Kita perlu mengembangkan kecerdasan yang lain dan lebih tinggi, yaitu kecerdasan yang berpusat pada system limbic dan neokortek. Kecerdasan tingkat tinggi ini diperlukan untuk membimbing dan mengarahkan sebagian fungsi reptile agar lebih berkembang secara wajar dan normal.
Dalam keadaan bahaya, setres atau tertekan, dan terancam, otak reptile bekerja dengan cepat, jantung berdegup lebih cepat, pernapasan lebih cepat pula, perasaan negative, dan perhatiannya adalah terpusat hanya untuk menyelamatkan diri.
Pada situasi aman, bebas dari tekanan dan ancaman, otak reptile bekerja secara normal. Sedangkan dalam situasi yang sebaliknya, ia tidak dapat bekerja dengan normal. Konsentrasinya terpusat untuk menyusun strategi dalam menghadapi bahaya atau ancaman. Strategi tersebut adalah ‘melawan ancaman bahaya’, ‘menyerah dengan penuh rasa takut’, atau ‘melarikan diri’.
Agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif dan pemikiran kreatif menjadi aktif, otak reptile ini harus dikondisikan aman. Dalam kondisi aman, otak reptile mampu bekerja dengan baik dan mendukung bagian otak lain untuk belajar. Bahkan, dalam kondisi aman memungkinkan mendorong seluruh bagian otak menjadi berfungsi dan berani mengungkapkan gagasa-gagasan baru yang kreatif inovatif.
Sementara dalam kondisi terancam, otak reptile akan memberontak dengan memanfaatkan strategi ‘melawan’ atau ‘lari’. Dalam pengertian otak dipaksa belajar karena ada ancaman, belajarnya bukan sungguhan akan tetapi hanya untuk bertahan, atau ia lari dan tidak belajar sama sekali. Termasuk hal-hal yang dapat mengancam kestabilan otak reptile adalah perasaan takut baik takut pada guru, dicemoohkan, ditertawakan, dan ketakutan-ketakutan lainnya. Dalam kondisi seperti ini, otak akan berontak dengan strategi ‘melawan’ atau ‘melarikan diri’?
Al-hamdu Lillah, kita belajar bukan karena takut, seperti takut nilai kecil, tidak nai kelas, tidak lulus, atau ketakutan lain. Kita belajar karena terdorong oleh rasa ingin tahu (curiosity) yang telah melekat dan mengakar secara mendalam pada jiwa kita.
Otak Mamalia (Sistem Limbik)
Disebut otak mamalia karena mirip dengan otak mamalia berdarah panas lainnya. Letaknya berada dibagian tengah otak. Otak limbic, memainkan peran besar dalam mengendalikan emosi dan perasaan, sehingga sistem limbic ini dikenal dengan otak emosional (The Emotional Brain). System limbic sangat berfungsi dalam penyimpanan perasaan Anda, pengalaman yang menyenangkan, memori Anda, dan kemampuan belajar. Dengan system kerja yang kompleks,ia juga mengendalikan bioritme Anda, seperti pola tidur, lapar, haus, tekanan darah, detak jantung, gairah seksual, system kekebalan, dan yang lainnya.
· Hubungan Sistem Limbik dengan Belajar
Kita harus melibatkan fungsi limbic dalam pembelajaran. Emosi, sebagaimana dibenarkan oleh penelitian dan akal sehat, juga pengalaman yang melekat, sangat berpengaruh pada kualitas dan kuantitas belajar. Seperti dr. Sufyan Ramadhy dan DR.H.Dadi Permadi,M.Ed. (2001:32) mengatakan “Penelitian mutahir menunjukkan bahwa system limbic ini berperan dalam penyatuan (integrasi) pemikiran rasional dan energi emosi, yang artinya menyempurnakan proses berfikir manusia”. Hal serupa dinyatakan oleh Gardon Dryden (200:125) yang mengatakan :”Pusat emosi otak Anda juga berhubungan erat dengan system penyimpanan memori jangka panjang Anda. Itulah sebabnya kita semua dapat mengingat dengan mudah informasi apapun yang memiliki muatan emosi yang tinggi”.
Sebagai pengendali emosi, system limbic juga “memberikan kontribusi yang mendasar terhadap proses belajar. Sistem limbic melakukan peran vital dalam meneruskan informasi yang diterima ke dalam system memori”. Perasaan senang, gembira dapat mempercepat proses pembelajaran. Sebaliknya perasaan negative akan memperlambat belajar, bahkan menghentikannya sama sekali.
Perasaan positif, santai/relaks, dan terbuka akan mengubah otak pembelajar menjadi ‘naik tingkat’ ke area neokortek (otak belajar). Perasaan negative, merasa terancam, dan tertekan, pembelajar cenderung ‘turun tingkat’ ke area otak reptile dengan tujuan bukan untuk belajar sungguhan, melainkan hanya untuk bertahan. Akhirnya belajar menjadi lambat bahkan berhenti.
Perasaan atau emosi positif dapat digambarkan misalnya optimis lawan dari pesimis, sabar dan tidak jengkelan, tekun, ulet dan tidak merasa bosan. Siap menghadapi tantangan belajar, siap menyingkirkan semua rintangan dan gangguan yang mengacaukan mental dalam belajar
Pada situasi dimana Anda merasa jenuh dan membosankan, otak limbic akan bekerja dengan tidak optimal, bahkan negative, sehingga fokusnya berkonsentrasi pada hal-hal di luar yang sedang dihadapi. Sebaliknya, bila kondisi emosi positif, maka system limbic akan terpancing dan tergugah sehingga proses pembelajaran akan lebih efektif dan mendukung otak neokorteks lebih kreatif.
Untuk kepentingan belajar, usahakan system limbic ini dalam keadaan normal, dalam pengertian emosi berada dalam kondisi positif.
Otak Neokortek
Otak neokorteks atau Cortex Cerebi dikenal sebagai otak berfikir atau otak belajar (The Learning Brain). Otak ini merupakan otak tingkat tinggi dalam system otak manusia. Sesuai dengan namanya (The Learning Brain), otak ini berfungsi mengendalikan hal-hal yang bersifat rasional sehingga disebut juga sebagai otak rasional(The Rational Brain).
Otak ini merupakan lapisan terluar dari bagian otak yang menutupi otak bagian dalam yaitu system limbic.
Otak neokorteks merupakan pusat kecerdasan manusia yang tidak di miliki oleh mahluk lain. Otak inilah yang menjadikan manusia menjadi hebat, sempurna di banding dengan mahluk lain. Otak ini membuat manusia bisa belajar, berfikir, berbicara, menulis, mendengar, melihat, memecahkan masalah yang rumit, berhitung, merencanakan masa depan, mencipta, kreatif, berbudaya, dan nilai-nilai luhur lainnya.
Otak neokorteks dapat bekerja secara optimal jika didukung oleh dua lapisan otak yang lebih bawah yaitu reptile dan limbic. Neokorteks dapat berfikir secara efektif dan lebih kreatif jika emosinya senang, termotivasi, bersemangat (fungsi limbic), serta instingnya merasa aman, bebas dari ancaman, dan bebas dari stress atau tekanan (fungsi reptile). Dan sebaliknya, otak neokorteks tidak dapat bekerja secara efektif jika sistem limbic merasa jenuh dan otak reptilnya terancam dengan tekanan-tekanan.
Otak Three in One dalam Belajar
Yang penting bagi kita adalah memandang ketiga aspek otak ini bukan dari demensi lokasi fisiknya, melainkan sebagai pusat kliring untuk fungsi-fungsi husus. Tidak satupun dari ketiga pusat kliring ini yang bekerja sendiri-sendiri, semuanya mempunyai hubungan dengan pusat kliring lainnya untuk meminta bantuan guna menjalankan fungsi mereka. Di dalam otak, sepanjang waktu, terjadi pertukaran energi dan saling membantu yang berlangsung secara terus menerus. Danah Johar (SQ, 2001 :39) mengatakan bahwa :”Kita berfikir dengan jaringan saraf kompleks kita yang berjalinan diseluruh organisme kita. Jaringan-jaringan saraf merupakan bagian tak terpisahkan dari kecerdasan kita”.
Anda harus memanfaatkan seluruh otak Anda untuk belajar. Gunakan kekuatan seluruh pikiran dan seluruh diri Anda untuk belajar. Pikiran , emosi, indra, dan seluruh tubuh Anda fokuskan pada belajar. Memanfaatkan kekuatan seluruh otak (reptile, limbic, dan neokorteks) merupakan kunci yang membuat belajar lebih menarik, lebih cepat dan lebih efektif. Karena otak bekerja dalam suatu ‘sistem’ yang sangat komplek, membentuk timwork yang sangat solid, maka cara memberdayakannya juga harus secara seimbang. Anda harus meciptakan rancangan belajar alamiah, dalam pengertian sesuai dengan cara kerja otak sehingga akan membuahkan hasil yang optimal.
2. Teori Otak Kanan dan Otak Kiri
Ketiga lapisan otak (Three in One) manusia terdiri dari dua bagian, belahan otak kanan dan otak kiri. Masing-masing memiliki spesialisasi fungsi meskipun tetap melakukan jalinan ineraksi dan kejasama yang solid di antara keduanya.
Otak kiri memainkan peran dalam pemrosesan hal-hal yang bersifat ‘akademis’ dan logis seperti logika, matematika, kata-kata. Model berfikirnya urut, linear dan rasional. Dengan mengoptimalkan otak belahan kiri, manusia mampu menyelesaikan perhitungan yang rumit sekalipun, mampu menyusun silogisme sebagai alat untuk menarik kesimpulan.
Sedangkan otak kanan berurusan dengan aktivitas ‘kreatif’ yang berkaitan dengan irama, rima, musik, gambar, dan imaginasi. Model berfikirnya acak, tidak teratur, holistik, intuitif, dan imaginative. Kemampuan otak kanan, mendorong manusia untuk lebih kreatif mencari altrenatif dalam menyelesaikan masalah, mampu berfikir intuitif dan melakukan imajinasi atau visualisasi (membuat bayangan dalam bentuk gambaran mental).
Kedua belahan otak kiri dan kanan dihubungkan oleh suatu system jaringan yang disebut corpus collasum yang merupakan system saklar yang sangat rumit dengan melibatkan ratusan juta ‘kabel’ neuron aktifnya. Secara fisiologis, corpus collasum ini berfungsi sebagai mediator pengiriman informasi antara kedua belahan otak. Melalui mediator tersebut, kedua belahan otak dapat melakukan kerja sama dalam pengiriman informasi, kolaborasi, dan integrasi. Sebagai mediator, ia secara constant menyeimbangkan pesan-pesan yang datang, menggabungkan gambar-gambar yang abstrak dan holistic dengan pesan-pesan yang konkrit dan logis.
Contoh sederhana bagaimana kedua belahan otak yang berbeda dapat bekerja sama secara harmonis dan terpadu, adalah ketika Anda sedang asyik mendengarkan sebuah lagu kenangan. Otak sebelah kiri akan memproses syairnya, karena ia berbentuk kata-kata. Sedang otak kanan memproses musik, rima dan iramanya.
Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, pelopor Super Camp dalam ‘Quantum Learning’ (1999:38) mengatakan “Kedua belahan otak penting artinya, orang yang memanfaatkan kedua belahan otak ini juga cenderung ‘seimbang’ dalam setiap aspek kehidupan mereka. Belajar terasa sangat mudah bagi mereka karena mereka punya pilihan untuk menggunakan bagian otak yang diperlukan dalam setiap pekerjaan yang sedang dihadapi. Sebagian besar komunikasi diungkapkan dalam bentuk verbal atau tertulis, yang keduanya merupakan spesialisasi otak kiri, bedang-bidang pendidikan, bisnis, dan sains cenderung berat ke otak kiri. Sesungguhnya, jika Anda termasuk kategori otak kiri dan Anda tidak melakukan upaya tertentu memasukkan beberapa aktivitas otak kanan dalam hidup Anda, ketidak seimbangan yang dihasilkannya dapat mengakibatkan Anda stress dan juga kesehatan mental dan fisik yang buruk.
Untuk menyeimbangkan kecenderungan masyarakat terhadap otak kiri, perlu dimasukkan musik dan estetika dalam pengalaman belajar Anda. Semua itu menimbulkan emosi positif, yang membuat otak Anda lebih efektif”.
Bila kita sedang serius belajar matematika, yang tentunya dengan menggunakan otak belahan kiri, kadang-kadang otak kanan suka menggangu dengan kemampuan imaginasinya. Sehingga otak kanan memikirkan atau menghayal hal-hal lain diluar yang dihadapi. Jika aktivitas otak kanan ini tidak disalurkan maka ia akan terus menggangu otak kiri untuk bekerja. Untuk menyeimbangkan kerja otak belahan kanan tersebut dirangsang dengan mendengarkan musik kelasik tertentu, sehingga kedua belahan otak sama-sama bekerja. Bahkan dalam teori pengelolaan pembelajaran modern, seperti Quantum Learning, Accelerated Learning, Super Learning, Revolusi of Learning, dan yang lainnya ‘penggunaan musik kelasik tertentu’ sebagai background, sangat dianjurkan dalam proses pembelajaran.
“Musik mempengaruhi perasaan. Dan perasaan mempengaruhi pembelajaran. Jenis musik yang tepat cenderung mengendurkan sekaligus menggugah otak dan seluruh system saraf. Jadi, musik yang dimanpaatkan secara tepat dapat mengaktifkan kemampuan total mereka lebih banyak karena mereka mengerahkan pikiran sepenuhnya untuk belajar”. (Dave Meier, The Accellerated Learning, 2002:175-177)
Tentang musik dapat mempengaruhi emosi secara positif, ternyata bukan mereka saja yang menganjurkan, hingga tokoh sufi sekalipun, seperti Imam Gojali menyatakan bahwa musik tertentu dapat menggerakkan hati. Dalam Ikhtisar Ihya Ulumiddin (2002:169), terdapat sebuah judul “sama` dan Al-Wajd”, artinya mendengarkan musik dan menemukan sesuatu. “Kami katakan, sama` adalah mendengar suara yang baik yang berirama, difahami maknanya, dan sebagai penggerak kalbu”. Dalam halaman lain (2002:172) beliau melanjutkan “Jadi, sama` memiliki pengaruh yang aneh (menakjubkan-pen). Siapa yang tidak tergerakkan oleh sama`, maka ia kurang akal, kurang normal, dan jauh dari ruhani”.